Assalamualaikum Wr.Wb
Salam sejahtera untuk kita semua , terutama bagi kaum
muslimin yang di rahmati Allah S.W.T . saya selaku penulis baru , pertama-tama
saya kenalkan nama saya Achmad Ibnu Rosid . kalo kata ulama-ulama bilang mah
tak kenal maka tak sayang , begitu juga saya yang sudah mengenalkan nama saya
tadi . aslinye ane mah orang betawi , yaudah lah mending pake bahasa betawi aje
, ribet kalo make saya saya an , kaya orang kantoran aje :D .
Pada pembukaan ini ane akan membahas
tentang 'Salam menurut Syariah ISLAM'
PENGERTIAN SALAM
Ulama berbeda pendapat akan makna salam dalam kaliamat ‘Assalaamu’alaikum
wa rahmatullahi wa barakaatuhu’. Berkata sebagian ulama bahwasanya salam adalah
salah satu nama dari nama-nama Allah sehingga kalimat ‘Assalaamu ‘alaik’
berarti Allah bersamamu atau dengan kata lain engkau dalam penjagaan Allah.
Sebagian lagi berpendapat bahwa makna salam adalah keselamatan sehingga
maknanya ‘Keselamatan selalu menyertaimu’. Yang benar, keduanya adalah benar
sehingga maknanya semoga Allah bersamamu sehingga keselamatan selalu
menyertaimu.
KEWAJIBAN MENJAWAB SALAM
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda,
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِذَا أَرَادَ
أَنْ يَقُومَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتْ الْأُولَى بِأَحَقَّ مِنْ الْآخِرَةِ
“Apabila salah seorang kalian sampai di suatu majlis hendaklah memberikan
salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam. Dan tidaklah
(salam) yang pertama lebih berhak daripada (salam) yang kedua.” (HR. Abu
Daud dan al-Tirmidzi serta yang lainnya Hasan shahih).” Maknanya,
kedua-duanya adalah benar dan sunnah.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu berkata, aku mendengar Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ : إذَا لَقِيته فَسَلِّمْ عَلَيْهِ
، وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ
“Hak muslim atas muslim lainnya ada enam: apabila engkau bertemu dengannya
maka ucapkan salam, apabila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, . . .
.” (HR. Muslim)
1.jika ada yang mengucapkan salam
kepada kita sedang kita dalam kondisi sendiri, maka kita wajib menjawabnya
karena menjawab salam dalam kondisi tersebut hukumnya adalah fardu ‘ain.
2.jika salam diucapkan pada suatu rombongan atau kelompok, maka hukum
menjawabnya adalah fardu kifayah.
3.Jika salah satu dari kelompok tersebut telah menjawab salam yang
diucapkan kepada mereka, maka sudah cukup.
jadi tak usah rame rame jawab..cukup diantaranya mewakili..
4. jika hukum memulai salam adalah sunnah (dianjurkan) namun untuk kelompok
hukumnya sunnah kifayah,
5.jika sudah ada yang mengucapkan maka sudah cukup.Dari Ali bin Abi Thalib,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sudah mencukupi untuk suatu
rombongan jika melewati seseorang, salah satu darinya mengucapkan salam.” (HR.
Ahmad dan Baihaqi)
BAGAIMANA SALAM DGN LAWAN JENIS
Nah untuk yang ini.kebanyakan..org tak paham bagimana sebenarnya etika
salam dgn lawan jenis.ketika ia menyampaikan salam..dan ketika ada yg tak
jawab..malah sewot..
1. Tidak benar bila salam kepada kepada lawan jenis hukumnya haram secara
mutlak bahkan hal itu disyari’atkan apabila aman dari fitnah berdasarkan
hadits-hadits berikut yang akan kami bagi menjadi dua:
A. Salam wanita kepada laki-laki.
Dalil pertama:
عَنْ أُمِّ هَانِئٍ قَالَتْ: ذَهَبْتُ إِلَى النَّبِيِّ عَامَ الْفَتْحِ
فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ (بِثَوْبٍ) فَسَلَّمْتُ
عَلَيْهِ فَقَالَ: مَنْ هَذِهِ؟ فَقُلْتُ: أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِيْ
طَالِبٍ فَقَالَ: مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ.
Dari Ummu Hani’ berkata: “Saya pernah datang kepada Nabi pada tahun fathu
(Mekkah) sedang beliau ketika itu sedang mandi. Dan putrinya, Fathimah
menutupinya dengan pakaian lalu saya ucapkan salam padanya. Rasulullah
bertanya: “Siapa ya?” Jawabku: “Saya Ummu Hani’ binti Abi Thalib”. Nabi
bersabda: “Selamat datang wahai Ummu Hani”. (HR. Bukhari no. 6158 dan Muslim
no. 336).
Dalam hadits ini Ummu Hani’ mengucapkan salam kepada Nabi padahal dia tidak
termasuk mahramnya.
Dalil kedua:
عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ قَالَ: كُنَّ النِّسَاءُ يُسَلِّمْنَ عَلَى
الرِّجَالِ
Dari Hasan Al-Bashri berkata: “Dahulu para wanita (sahabat) mengucapkan
salam kepada kaum laki-laki”. (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 1046 dengan
sanad hasan).
B. Salam laki-laki kepada wanita.
Dalil pertama:
عَنْ أَبِيْ حَازِمٍ عَنْ سَهْلٍ قَالَ: كُنَّا نَفْرَحُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ.
قُلْتُ لِسَهْلٍ: وَلِمَ؟ قَالَ: كَانَتْ عَجُوْزٌ تُرْسِلُ إِلَى بُضَاعَةَ
–نَخْلٍ بِالْمَدِيْنَةِ- فَتَأْخُذُ مِنْ أُصُوْلِ السِّلَقِ فَتَطْرَحُهُ فِيْ
قِدْرٍ وَتُكَرْكِرُ حَبَّاتٍ مِنْ شَعِيْرٍ. فَإِذَا صَلَّيْنَا الْجُمُعَةَ
انْصَرَفْنَا وَنُسَلِّمُ عَلَيْهَا فَتُقَدِّمُهُ إِلَيْنَا مِنْ أَجْلِهِ وَمَا
كُنَّا نَقِيْلُ وَلاَ نَتَغَذَّى إِلاَّ بَعْدَ الْجُمُعَةِ.
Dari Abu Hazim dari Sahl berkata: “Kami sangat gembira bila tiba hari Jum’at”.
Saya bertanya kepada Sahl: “Mengapa demikian?” Jawabnya: “Ada seorang nenek tua
yang pergi ke budha’ah -sebuah kebun di Madinah- untuk mengambil ubi dan
memasaknya di sebuah periuk dan juga membuat adonan dari biji gandum.
Apabila kami selesai shalat Jum’at, kami pergi dan mengucapkan salam padanya
lalu dia akan menyuguhkan (makanan tersebut) untuk kami. Itulah sebabnya kami
sangat gembira. Tidaklah kami tidur siang dan makan siang kecuali setelah
jum’at”.
(HR. Bukhari no. 6248 dan Muslim
no. 859).
Dalil kedua:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: يَا عَائِشَةُ هَذَا
جِبْرِيْلُ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ. قَالَتْ: قُلْتُ وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ تَرَى مَا لاَ نَرَى تُرِيْدُ رَسُوْلَ اللهِ.
Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: “Wahai Aisyah, Tadi Jibril
mengirimkan salam kepadamu”. Aku (Aisyah) menjawab: “Dan baginya salam dan
kerahmatan Allah, engkau (Rasulullah) dapat melihat apa yang tak dapat kami
lihat”. (HR. Bukhari no. 6249 dan Muslim no. 2447).
Dalil ketiga:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيْدَ الأَنْصَارِيَّةِ: مَرَّ عَلَيْنَا النَّبِيُّ
فِيْ نِسْوَةٍ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا
Dari Asma’ binti Yazid Al-Anshariyyah berkata: “Rasulullah pernah melewati
kami -para wanita- dan beliau mengucapkan salam kepada kami”.
(Shahih. Diriwayatkan Abu Daud
(5204), Ibnu Majah (3701), Darimi (2/277) dan Ahmad (6/452).
Dalil keempat:
عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ وَعَبْدَ
الرَّحْمَنِ بْنَ أَزْهَرٍ وَالْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ أَرْسَلُوْهُ إِلَى
عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ فَقَالَ: اقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنَّا
جَمِيْعًا وَسَلْهَا عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ…
Dari Kuraib, maula Ibnu Abbas bercerita bahwa Abdullah bin Abbas, Abdur
Rahman bin Azhar dan Miswar bin Makhramah pernah mengutusnya kepada Aisyah,
istri Nabi. Mereka mengatakan: Sampaikan salam kami semua kepadanya dan
tanyakan padanya tentang shalat dua rakaat setelah Ashar…(HR. Muslim no.
834).
Dalil-dalil di atas secara jelas menunjukkan bolehnya salam kepada lawan
jenis. Imam Bukhari membuat bab dalam Shahihnya “Bab salam kaum laki-laki
kepada wanita dan salamnya kaum wanita kepada laki-laki”.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari juz 11 hal.33-34:
“Imam Bukhari mengisyaratkan dengan bab ini untuk membantah riwayat Abdur
Razaq dari Ma’mar dari Yahya bin Abi Katsir, beliau berkata: “Telah sampai
khabar kepadaku bahwasanya dibenci kaum laki-laki salam kepada wanita dan
wanita salam kepada pria”. Tetapi atsar ini sanadnya maqthu’ atau mu’dhal
(jenis hadits lemah). Maksud bolehnya di sini apabila aman dari fitnah.
Al-Hulaimi berkata: “Barangsiapa yang yakin terhadap dirinya selamat dari
fitnah, hendaknya dia mengucapkan salam dan bila tidak maka diam lebih utama”.
Al-Muhallab juga berkata: Salamnya kaum laki-laki kepada wanita atau
sebaliknya hukumnya boleh apabila aman dari fitnah”. (Lihat pula Syu’abul
Iman (6/461) oleh Imam Baihaqi).
Kesimpulannya: boleh salam kepada wanita berdasarkan keumuman dalil yang
menganjurkan penyebaran salam dengan selalu menjaga kaidah:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Membendung kerusakan lebih utama daripada mendapatkan kemaslahatan”.
ETIKA MENGUCAPKAN SALAM
1. Mengucapkannya Dengan Sempurna
sangat dianjurkan bagi kita untuk mengucapkan salam dengan sempurna, yaitu
dengan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu.”Hal ini
berdasarkan hadits dari ‘Imran bin Hushain radiallau ‘anhu, ia berkata:
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
mengucapkan , ‘Assalaamu’alaikum’. Maka dijawab oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam kemudian ia duduk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sepuluh’. Kemudian datang lagi orang yang kedua, memberi salam,
‘Assalaamu’alaikum wa Rahmatullaah.’ Setelah dijawab oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ia pun duduk, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Dua puluh’. Kemudian datang orang ketiga dan mengucapkan salam:
‘Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa baraakaatuh’. Maka dijawab oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia pun duduk dan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tiga puluh’.”
(Hadits Riwayat Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 986, Abu Dawud no. 5195,
dan At-Tirmidzi no. 2689 dan beliau meng-hasankannya).2. Memulai Salam Terlebih
Dahulu
memulai mengucapkan salam kepada orang lain adalah sangat dianjurkan.
Hendaknya yang lebih muda mengucapkan salam kepada yang lebih tua, yang lewat
memberi salam kepada yang sedang duduk, dan yang sedikit mengucapkan salam
kepada yang banyak, serta yang berkendaraan mengucapkan salam kepada yang
berjalan. Hal tersebut sejalan dengan hadist dari Abu Hurairah. Pengucapan
salam yang berkendaraan kepada yang berjalan adalah sebagai bentuk syukur dan
salah satu keutamaannya adalah agar menghilangkan kesombongan.Dalam hadits
tersebut, bukan berarti bahwa apabila orang-orang yang diutamakan untuk memulai
salam tidak melakukannya, kemudian gugurlah ucapan salam atas orang yang lebih
kecil, atau yang tidak berkendaraan, dan semisalnya. Akan tetapi Islam tetap
menganjurkan kaum muslimin mengucapkan salam kepada yang lainnya walaupun orang
yang lebih dewasa kepada yang lebih muda atau pejalan kaki kepada orang yang
berkendaraan, sebagaiman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Yang lebih
baik dari keduanya adalah yang memulai salam.” (HR. Bukhori: 6065, Muslim:
2559)
Salah satu upaya menyebarkan salam diantar kaum muslimin adalah mengucapkan
salam kepada setiap muslim, walaupun kita tidak mengenalnya.Hal ini didasari
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Dari ‘Abdullah bin Amr bin Ash
radiallahu ‘anhuma, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Islam bagaimana yang bagus?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “Engkau memberi makan ( kepada orang yang membutuhkan), mengucapkan
salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.” (HR.
Bukhori: 2636, Muslim: 39)
3. Mengulangi Salam Tatkala Berjumpa Lagi Walaupun Berselang Sesaat
Bagi seseorang yang telah mengucapkan salam kepada saudaranya, kemudian
berpisah, lalu bertemu lagi walaupun perpisahan itu hanya sesaat, maka
dianjurkan mengulang salamnya. Bahkan seandainya terpisah oleh suatu pohon lalu
berjumpa lagi, maka dianjurkan mengucapkan salam, sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Apabila di antara kalian berjumpa dengan
saudaranya, maka hendaklah mengucapkan salam kepadanya. Apabila terhalang oleh
pohon, dinding, atau batu (besar), kemudian dia berjumpa lagi, maka hendaklah
dia mengucapkan salam (lagi).” (HR. Abu Dawud: 4200.)
4. Tidak Mengganggu Orang yang Tidur Dengan Salamnya
Dari Miqdad bin Aswad radiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Kami mengangkat
jatah minuman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena beliau belum
datang), kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam datang di malam hari,
maka beliau mengucapkan salam dengan ucapan yang tidak sampai mengganggu/
membangunkan orang tidur dan dapat didengar orang yang tidak tidur, kemudian
beliau masuk masjid dan sholat lalu datang (kepada kami) lalu beliau minum (minuman
kami).” (HR. Timidzi: 2719 )
5. Tidak Memulai Ucapan Salam Kepada Orang Yahudi dan Nasrani
Dari Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Janganlah kalian mengucapkan salam lebih dahulu kepada Yahudi
dan Nashrani, dan bila kalian bertemu mereka pada suatu jalan maka desaklah
mereka ke sisi jalan yang sempit.”Hadits ini menunjukkan bahwa Islam adalah
agama yang mulia dan unggul dari yang lainnya. Jika mereka mengucapkan salam
kepada kita, maka balaslah salamnya dengan ucapan ‘Wa ‘alaikum’.
6. Berusaha Membalas Salam Dengan yang Lebih Baik atau Semisalnya
Maksudnya, tidak layak kita membalas salam orang lain dengan salam yang
lebih sedikit. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya:“Apabila kalian diberi
salam/penghormatan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan
yang serupa.” (QS. An-Nisa’: 86)
Kebiasaan Para Sahabat Berjabat Tangan
Adalah kebiasaan para sahabat jika mereka berjumpa maka saling berjabat
tangan antar satu dengan yang lain. Maka apabila kita bertemu dengan seorang
teman, cukupkanlah dengan berjabat tangan disertai dengan ucapan salam
(Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa baraakaatuh) tanpa berpelukan kecuali
ketika menyambut kedatangannya dari bepergian, karena memeluknya pada saat
tersebut sangat dianjurkan. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik
radiallahu ‘anhu, ia berkata:“Apabila sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam saling berjumpa, maka mereka saling berjabat tangan dan
apabila mereka datang dari bepergian, mereka saling berpelukan.”
(HR. At-Tabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath no. 97 dan Imam Al-Haitsami
berkata dalam kitab Majma’uz Zawaa’id VIII/ 36, “Para perawinya adalah para
perawi tsiqah.”)
hendaklah adab-adab di atas kita jaga. Kita berusaha untuk
menanamkannya pada diri kita, memupuknya, memeliharanya serta mengajak orang
lain kepadanya. Semoga Allah, Dzat yang membalas kebaikan sebesar dzarrah
dengan kebaikan dan membalas keburukan sebesar dzarrah dengan keburukan
memberikan kita keistiqamahan untuk senantiasa berjalan di atas Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sekian dari pembahasan 'Salam menurut SYARIAH ISLAM'. kurang lebihnya ane
minta maaf . kesalahan datangnya dari ane . dan yang maha benar hanyalan ALLAH
SWT .
Wassalamualaikum Wr.Wb